Ghazwul fikri dimulai ketika kaum salib dikalahkan dalam sembilan kali peperangan besar. Kemenangan kaum muslimin tersebut sangat spektakuler, sebab pasukan muslim yang diterjunkan dalam pertempuran berjumlah sedikit. Pasukan Khalid bin Walid, misalnya pernah berperang dengan jumlah tentara sekitar 3000 personil, sedangkan pasukan Romawi yang dihadapi berjumlah 100.000 personil, hampir 1 berbanding 35. Allah memenangkan kaum muslimin dalam pertempuran tersebut. Kekalahan demi kekalahan itu akhirnya menyebabkan kaum salib menciptakan taktik baru. Di bawah pimpinan Raja Louis XI, taktik baru tersebut dilancarkan. Caranya bukan lagi berupa penyerangan fisik, tetapi musuh-musuh Allah itu mengirimkan putera-putera terbaik mereka ke kota Makkah untuk mempelajari Islam. Niat atau motivasi mereka tentu bukan untuk mengamalkan, melainkan untuk menghancurkannya. Pembelajaran dengan niat jahat itu ternyata berhasil. Tafsir dikuasai, hadist dimengerti, khazanah ilmu Islam digali. Setelah sampai ke tahap dan tingkat ahli, para pembelajar Islam dari kaum Salib ini kembali ke Eropa, lalu membentuk semacam Research and Development (Penelitian dan Pengembangan) untuk mengetahui kelemahan umat Islam agar dapat mereka kuasai.
Begitu lah ustadz menjelaskan dalam rangkaian mentoring pekanan kami di kampus.
Akan tetapi, pemikiran saya lebih lanjut, Ghazwul fikri itu bermula sebelum hal itu semua terjadi yaitu pada masa yang disebut-sebut sebagai masa kejayaan islam. Pada zaman khalifah al-ma`mum terjadi perkembangan ilmu pengetahuan secara luar biasa dan ketika itu buku-buku filsafat yunani diterjemahkan dalam bahasa arab.
Disinilah musibah itu terjadi, umat islam mulai meninggalkan sunnah, dalil berganti dengan logika. Golongan mu`tazilah pun muncul, ilmu kalam, dan pengingkaran "alqur`an itu firman Allah".
Orang-orangan ini kemudian berkembang sampai sekarang, jurusan aqidah filsafat merupakan buah pemikiran kontemporer kaum mu`tazilah.
“Mereka hendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, tetapi Allah menolaknya, bahkan berkehendak menyempurnakan cahaya-Nya, walaupun orang-orang kafir itu tidak menyukainya benci.” (At-Taubah: 32; ash-Shaf: 8)
“…Mereka tidak henti – hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup. Barangsiapa yang murtad diantara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah sia-sia amalannya di dunia dan akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal didalamnya.” (Al-Baqarah: 217)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar